Batu pelindung keluarga kami memilihku. Aku, si anak haram, bukan saudara tiriku yang selalu memusuhiku. Sejak saat itu, perlakuan mereka padaku berubah drastis. Aku benar-benar merasa telah diterima sebagai bagian dari keluarga. Namun, di detik-detik kematianku, aku baru menyadari bahwa semua itu hanyalah sandiwara yang diatur oleh tunanganku. Semua kebaikannya padaku hanyalah bagian dari rencana licik saudara tiriku untuk merebut batu pelindung itu.
“Apa kau tak ingin balas dendam pada mereka yang telah menipu dan membunuhmu dengan begitu keji?”
Aku pun menerima tawaran manis yang menggoda itu. Di kehidupanku yang kedua ini, aku bersumpah akan merebut batu pelindung itu dan menjadi kepala keluarga yang sesungguhnya. Akan kubalas semua penderitaan yang kualami, bahkan lebih kejam lagi. Hingga hari itu tiba, aku takkan mempercayai siapa pun.
Akan tetapi…
“Mulai sekarang, apa pun yang terjadi, kau tidak boleh berhenti dan harus terus berlari maju.”
Bayangan sosoknya yang berusaha menyelamatkanku, dengan tatapan putus asa saat berlari ke arahku, tak bisa hilang dari benakku. Tunangan yang kucintai hanya diam menatapku saat aku sekarat, tapi kenapa kau—orang yang kusangka kaki tangan kakakku—justru berlari ke arahku dengan tatapan seperti itu? Aku ingin tahu… apa sebenarnya yang ada di hatimu?
